BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem ekonomi konvensional, kelangkaan merupakan masalah yang utama. Masalah ini muncul karena ada perbedaan antara kebutuhan manusia (yang tak terbatas) dan faktor-faktor produksi (relatif terbatas). Namun, sistem ekonomi Islam meyakini bahwa Allah SWT menciptakan alam raya, termasuk bumi beserta isinya, cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia. Sehingga kelangkaan pada dasarnya tidak menjadi masalah dalam perspektif ekonomi Islam.
“ Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untuk mu nikmat-Nya lahir dan bathin” (QS. Lukman: 20).
“ Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan” (QS. An-nahl: 5).
“ Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan” (QS. An-nahl: 11).
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa masalah kelangkaan sebenarnya tidak pernah terjadi ketika mekanisme kolektifitas dilakukan dengan benar. Allah SWT dengan tegas mengungkapkan:
“ Dan bahwasanya Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan” (QS. An-nahl: 48).
Sehingga yang relatif berpotensi menjadi masalah adalah distribusi harta yang tidak merata, yang diberikan Allah SWT kepada masing-masing manusia. Namun pendistribusian harta (rezeki) yang tidak merata oleh Allah SWT bukanlah dilakukan tanpa maksud. Itu sebenarnya merupakan sebuah sunnatullah, bahkan pada perspektif tertentu merupakan tanda kasih sayang Allah pada hamba-Nya.
B. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan penyusun dalam penyususnan makalah, kiranya perlu penyusun membatasi masalah agar hasil makalah ini mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Distribusi Pendapatan, dibatasi sebagai berikut:
1.1. tentang Konsep Distribusi Pendapatan dalam Islam
1.2. tentang Dampak Distribusi Pendapatan dalam Islam
2. Variabel Distribusi Kekayaan, dibatasi sebagai berikut:
2.1. tentang Konsep Distribusi Kekayaan dalam Islam
2.2. tentang Larangan Menumpuk Kekayaan dalam Islam
2.3. tentang Perbedaan Penimbunan/Penumpukkan, Tabungan (Saving), dan Investasi
C. Kegunaan Penulisan
1. Khususnya sebagai salah satu tugas mata kuliah Prinsip-prinsip Ekonomi dalam Islam di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Umumnya untuk menjadi bahan edukasi sehingga dapat menambah pengetahuan dalam masalah Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam dan diharapkan dapat menginterprestasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam aktivitas perekonomian distribusi ada dua, yaitu: distribusi pendapatan dan distribusi kekayaaan, baik yang sifatnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomi maupun yang bersifat sosial.
Muhammad Anas Zarqa mengungkapkan ada beberapa faktor yang menjadi dasar distribusi, yaitu tukar menukar (exchange), kebutuhan (need), kekuasaan (power), sistem sosial (social system), dan nilai etika (ethical values). Sangat penting memelihara distribusi agar tercipta sebuah perekonomian yang dinamis, adil dan produktif. Contoh yang sangat jelas dari urgensi distribusi dalam islam adalah eksistensinya mekanisme zakat dalam ekonomi.
1. Konsep Distribusi Pendapatan dalam Islam
Fungsi distribusi dalam aktivitas ekonomi pada hakikatnya mempertemukan kepentingan konsumen dan produsen dengan tujuan kemaslahatan ummat. Ketika konsumen dan produsen memiliki motif utama yakni memenuhi kebutuhan maka distribusi melayani kepentingan ini dan memperlancar segala usaha menuju ke arah motif dan tujuan ini.
Dalam Islam penjaminan kelancaran distribusi ini sudah disistemkan melalui prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan syariah, misalnya kewajiban menjalankan mekanisme zakat dan mekanisme jual beli yang diatur oleh syariah.
1.1. Distribusi Pendapatan dalam Islam
Konsep islam menjamin sebuah distribusi pendapatan yang memuat nilai-nilai insani, karena dalam konsep Islam distribusi pendapatan meliputi:
1. Kedudukan manusia yang berbeda antara satu dengan yang lain merupakan kehendak Allah. Allah berfirman:
“ Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya amat cepat siksa-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi maha penyayang” (QS. Al-An’aam: 165).
2. Pemilikan harta pada hanya beberapa orang dalam suatu masyarakat akan menimbulkan ketidakseimbangan hidup dan preseden buruk bagi kehidupan. Allah berfirman:
“ Dan orang-orang yang zalim itu hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada diri mereka dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Huud: 116).
3. Pemerintah dan masyarakat mempunyai peran penting untuk mendistribusikan kekayaan kepada masyarakat. Allah berfirman:
“ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang meminta bagian” (QS. Adz-Dzariyaat: 19).
4. Islam menganjurkan untuk membagikan harta lewat zakat, sedekah, infaq dan lainnya guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial. Allah berfirman:
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7).
Konsep Islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, dimana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana distribusi penggunaan potensi kemanusiaannya yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan diutamakan. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara manusia akan kesamaan hak hidup.
Islam telah menganjurkan untuk mengerjakan zakat, infaq, dan shodaqoh. Kemudian baitul maal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung.
Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam Islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda, mampu atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan di atas akan terealisasi bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah SWT.
1.2. Dampak Distribusi Pendapatan Dalam Islam
1. Dalam konsep Islam perilaku distribusi pendapatan masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, distribusi dalam Islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain, karena antara satu dengan yang lain tidak akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain.
2. Dalam Islam distribusi tidak hanya didasarkan optimalisasi dampak barang tersebut terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap prilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
3. Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan.
4. Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti: sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, dll. Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan.
2. Distribusi Kekayaan
Kekayaan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bernilai ekonomi (berupa uang, barang atau hak cipta yang bersifat abstrak) yang dimiliki oleh seseorang, baik yang bersumber dari pendapatannya maupun simpanannya (harta).
Secara sederhana model dinamis kekayaan dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :
Wt = mYt + sYt + iYt + Wt – 1 ; m + s+ I = 1
Dimana :
Wt = Kekayaan waktu t
Yt = Pedapatan waktu t
m = Bagian pendapatan yang dikonsumsikan
(meliputi pengeluaran sekunder/ tersier/ luxury)
St = Bagian pendapatan yang ditabung waktu t
I = Bagian pendapatan yang diinvestasikan
Wt-1 = Kekayaan waktu t-1
2.1. Konsep Distribusi Kekayaan dalam Islam
Dalam Islam memang diyakini bahwa Allah SWT memberikan harta pada seluruh ummat tidak merata. Ada yang mendapatkan harta melebihi kebutuhan hidupnya dan ada yang sedikit dibawah jumlah kebutuhan mereka sehingga diperlukan interaksi dalam distribusi harta. Dengan ketentuan kolektifitas yang dimiliki sistem ekonomi Islam kelangkaan menjadi bukan masalah.
“ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (tidak meminta)” (QS. Adz-Dzariyat: 19).
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam menjamin kehidupan tiap individu serta jamaah untuk tetap sebagai sebuah komunitas yang berpegang pada ketentuan yang ada. Akan tetapi apabila masyarakat berdiri di atas kesenjangan yang lebar antara individu yang lain dalam memenuhi kebutuhannya maka harus diwujudkan adanya keseimbangan antara individu dengan mengupayakan distribusi yang merata. Mekanisme kepemilikan terhadap sesuatu tidak dapat dilakukan oleh semua individu maka diperlukan sistem yang menjamin terjadinya distribusi dalam perekonomian.
Kekayaan merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia untuk dipergunakan untuk kebaikan. Amanah bagi seorang muslim dipahami sebagai suatu kepercayaan Allah maka pemahaman amanah ini menjadikan seoarang muslim bersikap lebih arif dalam mengelola kekayaannya. Oleh karenanya, kekayaan yang dimiliki seorang muslim menjadi berkah bagi masyarakat disekitarnya. Allah berfirman:
“ Dan Allah melebihkan sebagian diantara kamu dari sebagian yang lain dalan hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl: 71).
2.2. Larangan Menumpuk Kekayaan dalam Islam
Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat, dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah berfirman:
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7).
Ketika terjadi kesenjangan, negara harus memecahkannya dengan cara mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat, dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Atas dasar inilah, negara harus memberikan harta, baik yang bergerak maupun yang tetap. Sebab, maksud pemberian harta tersebut bukan sekedar memenuhi kebutuhan yang bersifat temporer sebagai sarana untuk memenuhi kepemilikan atas kekayaan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Apabila negara tidak mempunyai harta maka negara tidak boleh memungut harta dari hak milik rakyat. Oleh karena itu, negara tidak boleh memungut pajak dalam rangka mewujudkan keseimbangan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan dasar dan penjaminan kelancarannya dalam perekonomian menjadi faktor penentu kestabilan ekonomi, politik dan sosial dalam kehidupan manusia. Peran pemerintah atau negara juga penting dalam memastikan kelancaran distribusi, dalam hal ini memberikan kebijakan atau instrumen dalam memastikan distribusi dapat berlangsung dan tepat sasaran.
2.3. Perbedaan Penimbunan / Penumpukan Harta, Tabungan (saving), dan Investasi
Penimbunan berarti mengumpulkan uang satu dengan uang yang lain tanpa ada kebutuhan, dimana penimbunan tersebut akan menarik uang dari pasar. Mengumpulkan harta semacam ini termasuk kategori tindakan yang dicela, yang pelakunya telah diancam oleh Allah dengan adzab yang pedih. Allah SWT berfirman:
“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ” (QS. At-Taubah: 34).
Saving adalah menyimpan uang karena adanya kebutuhan, semisal mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah, membeli pabrik, membuka bisnis ataupun untuk keperluan yang lain. Bentuk pengumpulan uang semacam ini tidak akan mempengaruhi pasar, dan tidak akan mempengaruhi aktivitas perekonomian, sebab tindakan tersebut bukan merupakan tindakan menarik uang, namun hanya mengumpulkan uang untuk dibelanjakan, dimana uang – yang dikumpulkan – tersebut akan beredar kembali ketika dibelanjakan pada objek pembelanjaannya.
Investasi adalah harta seseorang yang jumlahnya dapat berkurang atau bertambah yang diputarkan atau ditanamkan dalam berbagai usaha. Tabungan dan investasi perbedaannya dapat dilihat dari sifat likuidnya. Tabungan cenderung sangat likuid sedangkan investasi relatif tidk likuid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi faktor yang dominan dalam membentuk sikap individu sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat. Demikian juga sebaliknya, tidak akan terbentuk karakter masyarakat yang khas tanpa keterlibatan dari individu-individu.
Dalam Islam hubungan individu dan masyarakat ini berpengaruh besar untuk membangun peradaban manusia di masa depan. Untuk itu mendapatkan peradaban yang baik di masa depan , Islam menganjurkan untuk bersikap baik dalam membangun masyarakat. Allah berfirman:
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksanya” (Q.S. Al-Maidah: 2)
Allah memberikan harta (rezeki) kepada seluruh umat tidak merata. Hal ini tentu bukan bentuk ketidakadilan Allah, namun ini adalah sebuah sunatullah yang justru sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya. Dari ketidakmerataan inilah, sebagaimana firman allah yang telah disebutkan diatas, umat manusia di wajibkan saling tolong menolong, dalam hal ini orang yang berkecukupan harta wajib menolong orang yang kekurangan harta. Salah satunya dengan menjalankan distribusi pendapatan dan kekayaan yang dalam konsep islam dinamakan mekanisme zakat.
B. Saran
Setelah penyusun memaparkan isi dari makalah ini, maka izinkanlah penyusun memberikan sedikit saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat.
1. Kepada masyarakat, penyusun menyarankan agar dalam menyikapi harta sesuai dengan syariah islam, tidak menjadikan harta segala-galanya dalam hidup sehingga bisa terhindar dari tindakan penimbunan harta yang berakibat buruk bagi pasar.
2. Kepada pemerintah sebagai regulator, penyusun menyarankan agar senantiasa berupaya menciptakan kesejahteraan rakyatnya sehingga tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang lebar di masyarakat.
Sabtu, 20 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terikasih buat pemilik blog ini.
BalasHapusdan semoga rincian diatas bisa bermanfaat buat saya khususnya,dan buat kawan-kawan yang lain umumnya,,se you next time byy